AKAD IJARAH

A.      PENGERTIAN IJARAH
Secara bahasa ijarah berasal dari bahasa arab al-ajru (الاخر) yang memiliki makna imbalan terhadap suatu pekerjaan atau upah, sewa, jasa.Sedangkan secara istilah, ijarah adalah transaksi pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa melalui sewa/upah dalam waktu tertentu tanpa adanya pemindah hak atas barang tersebut.
Adapaun pengertian ijarah menurut para ulama-ulama:
1.    Menurut Imam syafi’i, ijarah adalah transaksi tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju bersifat mubah dengan imbalan tertentu.
2.    Menurut imam hanafi, ijarah yaitu akad atas kemanfaatan tertentu dengan pengganti (upah).
3.    Menurut jumhur ulama fiqh, ijarah yaitu menjual suatu manfaat yang boleh disewakan, serta hanya manfaatnya bukan bendanya yang  disewakan .

B.       JENIS AKAD IJARAH
Berdasarkan objek yang disewakan
Berdaarkan objek yang disewakan, ijarah dapat dibagi 2 (dua), yaitu:
1.      Manfaat atas aset yang tidak bergerak seperti rumah atau aset bergerak seperti mobil, motor, pakaian, dan sebagainya;
2.      Manfaat atas jasa berassal dari karya atau dari pekerjaan seseorang.
Berdasarkan PSAK 107
Berdasarkan PSAK 107, ijarah dapat dibagi 3 (tiga), namun yang telah dikenal secara luas adalah dua jenis ijarah yang disebutkan pertama, yaitu sebagai berikut.
1.      Ijarah merupakan sewa menyewa objek ijarah tanpa perpindahan resiko dan manfaat yang terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
2.      Ijarah muttahiya bin tamlik adalah ijarah dengan wa’ad perpindahan kepemilikan aset yang di ijarahkan pada saat tertentu.
Perpindahan kepemilikan suatu aset yang disewakan dari pemilik kepada penyewa, dalam ijarah muntahiya bin tamlik dapat dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah yang dialihkan telah diselesaikan dan objek ijarah telah diserahkan kembali kepada pemberi sewa.
Kemudian untuk perpindahan kepemilikan akan dibuat akat baru, terpisah dari akat ijarah sebelumnya.
Perpindahan kepemilikan dapat dilakukan melalui:
a.       Hibah;
b.      Penjualan; di mana harga harus disepakati kedua belah pihak sebelum akad penjualan, namun pelaksanaan penjualan dapat dilakukan:
1)      Sebelum akad berakhir,
2)      Setelah akad berakhir,
3)      Penjualan secara bertahap sesuai dengan wa’ad (janji) pemberi sewa. Untuk perpindahan secara bertahap, harus ditentukan bagian penyewa setiap kali ia melakukan pembayaran dari harga total sampai ia memiliki aset tersebut secara penuh diakhir kontrak.
3.      Jual dan ijarah adalah transaksi menjual objek ijarah kepada pihak lain, dan kemudian menyewa kembali objek ijarah tersebut yang telah dijual tersebut. Alasannya dilakukan transaksi tersebut bisa saja sipemilik asad membutuhkan uang sementara ia masih memerlikan manfaat dari ased tersebut. Transaksi jual dan ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantung (ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar dan penjual akan mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual tidak dapat diakui sebagain pengurang atau penambah beban ijarah yang muncul karena ia menjadi penyewa.
4.      Ijarah lanjut menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas ased yang sebelumnya disewa dari pemilik. Jika suatu entitas menyewa objek ijarah untuk disewa lanjutkan, maka entitas mengakui sebagai beban ijarah (sewa tangguhan) untuk pembayaran ijarah jangka panjang sebagai beban ijarah untuk sewa jangka pendek.

C.       SYARAT DAN RUKUN IJARAH
Rukun Ijarah
Menurut Ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan Qabul, antara lain dengan menggunakan kalimat :  al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira’ dan al-ikra’.
Adapun menurut Jumhur Ulama , rukun ijarah ada 4 yaitu: 
1.    ‘Aqid ( orang yang akad).
2.    Shigat akad.
3.    Ujrah (upah).
4.    Manfaat
2.    Syarat Ijarah
Syarat ijarah terdiri dari empat macam, sebagaimana syarat dalam jual beli, yaitu syarat Al-inqad ( terjadinya akad), syarat an-nafadz ( syarat pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim.
a.       Syarat Terjadinya Akad
Syarat Al-inqad ( terjadinya akad) berkaitan dengan akid, zat akad dan tempat akad.    Sebagaimana telah dijelaskan dalam jual beli, menurut Ulama Hanafiyah, ‘Aqid orang yang melakukn akad  disyaratkan harus berakal dan mumayyiz (minimal 7 tahun), serta tidak disyaratkan harus baligh. Akan tetapi, jika bukan barang miliknya sendiri, akad ijrah anak mumayyiz, dipandang sah bila diijinkan walinya. 
Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah mensyaratkan orang yang akad harus mukallaf, yaitu baligh dan berakal, sedangkan  anak mumayyiz belum dapat dikategorikan ahli akad.
b.      Syarat Pelaksanaan (an-nafadz) Agar ijarah terlaksana, brang harus dimiliki oleh ‘aqid (orang yang akad) atau ia yang memiliki kekuasaan penuh untuk akad  (ahliah). Dengan demikian, ijarah al-fudhul (ijarah yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan atau tidak diijinkan oleh pemiliknya) tidak dapat menjadkan adanya ijarah.


Syarat Sah Ijarah
Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan ‘aqid  (orang yang akad),  ma’qud alaih (barang menjadi objek akad),  ujrah (upah) dan zat akad (nafs al-aqad), yaitu:
a.       Adanya keridhaan dari kedua pihak yang akad. Syarat ini didasarkan pada fir man Allah SWT QS. An-Nisa:29
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakai harta sesamamu dengan jalan yang batal, kecuali dengan jalan perniagaan yang yang dilakukan suka sama suka.”
Ijarah dapat dikategorikan jual beli sebab mengandung unsur pertukaran harta. Syarat ini berkaitan dengan ‘aqid.
b.      Ma’qud ‘Alaih bermanfaat dengan jelas. Adanya kejelasan pada ma’qud alaih (barang) menghilangkan pertentangan diantara ‘aqid. Diantara cara untuk mengetahui ma’qud ‘alaih adalah dengan menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.
c.       Ma’qud alaih (barang) harus dapat memenuhi secara syara’. Dipandang tidak sah menyewa hewan untuk untuk berbicara dengan anaknya, sebab hal itu sangat mustahil atau dipandang tidak sah menyewa seseorang perempuan yang sedang haid untuk membersihkan mesjid sebab diharamkan syara’.
d.      Kemanfaatan benda dibolehkan menurut Syara’


D.      DASAR HUKUM
Para fuqaha sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang diperbolehkan oleh syara’, kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham, Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak memperbolehkan Ijarah, karena ijarah adalah jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukan akad, tidak bisa diserahterimakan. Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu pada waktu akad tidak boleh diperjual belikan.  Akan tetapi, pendapat tersebut disanggah oleh ibn Rush, bahwa manfaat walaupun pada waktu akad belum ada, tetapi pada galibnya ia (manfaat) akan terwujud, dan inilah yang menjadi perhatian serta pertimbangan syara’. 
Alasan Jumhur Ulama tentang dibolehkannya ijarah adalah,
a.        QS. Ath-thalaq (65) ayat 6:
Artinya : Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
b.        QS. Al-Qashash (28) ayat 26 dan 27:
Aritnya : (26). Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (27). Berkatalah dia (Syu´aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik"
c.        Hadis Aisyah
Dari Urwah bin Zubair bahwa sesungguhnya Aisyah ra.istri nabi SAW berkata : Rasulallah SAW dan Abu Bakar menyewa seorang laki-laki dari suku bani Ad Dayl, penunjuk jalan yang mahir, dan ia masih memeluk agama orang kafir quraisy. Nabi dan Abu Bakar kemudian menyerahkan kepadanya kendaraan mereka, dan mereka berdua menjanjikan kepadanya untuk bertemu di Gua Syur dengan kendaraan mereka setelah tiga hari pada pagi hari selasa. (H.R Bukhori)

Perbedaan ijarah dengan sewa
No
Keterangan
Ijarah
Sewa
1.
Objek
Manfaat barang dan jasa
Manfaat barang saja
2.
Metode pembayaran
Tergantung atau tidak tergantung pada kondisi barang atau jasa yang disewa.
Tidak tergantung pada kondisi yang disewa.
3.
Perpindahan kepemilikan
a.       Ijarah.
Tidak ada perpindahan kepemilikan
b.      IMBT.
Janji untuk menjual/menghibahkan diawal akad.
a.       Sewa guna operasi: tidak ada tranfsfer kepemilikan
b.      Sewa guna opsi: memiliki opsi membeli di akhir masa sewa
4.
Jenis leasing lainnya
a.       Leace purchace (tidak dibolehkan karena akadnya gharar, yakni antara sewa dan beli
b.      Sale and lease back (dibolehkan)
a.       Lease purchase (dibolehkan)
b.      Sale and lease back (dibolehkan)


Daftar Pustaka
Muhammad syafi’I Antonio, bank syariah : dari teori ke praktik  (Jakarta : gema inzani dan tazkia cendekia, 2001).
Nurhayati sri, wasilah: Akuntansi Syariah di Indonesia (jakarta :selemba empat, 2017).

Nama Kelompok 6
Al Fiyanti
Muhammad Wigar Dapa Rafky Putra
M. Fachry Franadipa
Uni Sentia

Komentar

Posting Komentar